Rabu, 12 September 2018

Potongan cerpen

Orang-orang berlalu lalang di ruang tunggu rumah sakit. Pasien-pasien yang akan diperiksa dokter duduk menunggu giliran; cleaning service mengepel lantai basah depan toilet; Suster-suster membawa dokumen hasil analisa medis; dan pedamping serta penjenguk yang menunggu jam jenguk dimulai.
 Di antara orang-orang itu seorang gadis berok kuning tampak membawa setangkai bunga. Matanya memandang sekitar bingung ke mana ia harus bertanya. Awalnya ia berpikir untuk bertanya pada meja informasi yang ada di sebelah pendaftaran pasien. Namun, lupakan saja, banyak yang mengantri dan staff-staff sedang kewalahan.
Maklum saja rumah sakit sedang ramai, karena sekarang musim pancaroba dan penyakit musiman seperti flu dan pilek. Walau begitu, gadis itu tidak datang untuk berobat. Ia datang untuk menjenguk, menjenguk seseorang yang sangat berarti
“Permisi, Sus. Kalau ingin menjenguk ke mana dulu ya?”
“Di ruangan berapa dik?”
“Emm.. Kamar nomor 107”
“107.. Kamar Rose ya. Gini dik, nanti adik naik lift ke lantai 3. Lalu belok kanan ada tulisan kamar Rose.  Nanti di sana ada nomor kamar bisa dicek.”
“Terimakasih Sus.”
“ Tapi sebentar lagi ya dik. Jam besuk masih setengah jamlagi.”
Gadis itu mengangguk tanda mengerti.  Ia mengambil tabloid olahraga dari tempat koran dan membacanya. Ia terlelap dalam bacaannya sehingga tidak sadar setengah jam sudah berlalu.
Setelah mengembalikan tabloid olahraga itu, ia naik ke lantai 3 dan setelah mengikuti arahan suster tadi ia sampai ke kamar yang ia tuju, kamar rose 107.
“Permisi.”
Gadis berok kuning itu masuk, ia meletakan sepatu sandal berbunganya ke rak sepatu yang kosong dekat pintu masuk. Ia berusaha membuat sesedikit mungkin suara tak ingin membangunkan siapapun yang tertidur di kamar karena ada pasien lain yang terlelap  dalam kamar.
 Ia meletakan tangkai bunga yang ia bawa ke dalam vas disebelah kasur yang dimana seorang kakek tertidur.
“Pagi Ayah,”
“Duh sepi ya di sini. Untung aku datang.”
“Begitu aku dengar dari para senpais, aku langsung buru-buru ke sini.”
“Ayah, tahun depan ayah dateng dong. Kemarin aku dapat juara 2 loh.”
“Lawanku tangguh banget, namanya You-san. Gesit lah, Refleks dia cepet, sangat cepet.”
“Trus-trus, pas aku pikir pukulanku akan masuk, dia mengeblok trus aku dicounterattack deh.”
“Yah. Janji ya..”
“Sst.. sst.. sensei lagi tidur.”
“Kak Hana!”
“Kami minta maaf, benar benar. Tapi Sensei  yang meminta kami tidak memberitahu dulu. Ia tak ingin kamu khawatir. ”
“Ah, sensei Bimo. Nggak papa, nggak papa. Ayah memang begitu kok, hahaha.”
“Sudah-sudah, dokter juga bilang sensei bakal sehat beberapa minggu lagi. Yok kita main di taman bawah.”
“Kak Hana! Tu.. turunkan aku!”
“Sudah, gak usah berontak dong. Dah sensei~”

2 komentar:

Menerapkan sumpah pemuda Kita sebagai generasi z yg terlahir antara 1995-2014 adalah calom generasi emas. Kitalah yang akan menikmati bon...